Aku masih hancur, Alfa.
Berserakan di bawah sana, sendirian.
Memikirkan dia dan orang itu tertawa bersama di atas air mataku.
Memikirkan dia, yang pernah kusebut sahabatku sendiri, menuai cinta bersama
orang itu, orang yang selama ini aku idam-idamkan seumur hidup.
Benar, Alfa, aku tahu apa yang akan Kau katakan,
Bahwa aku tak semestinya memikirkan mereka
Bahwa Kau sudah merencanakan orang lain yang lebih baik untuk aku
Bahwa aku harus menyibukkan diriku agar bisa melupakan dirinya
Kau tahu benar, Alfa, aku sudah melakukan semuanya
Kegiatan-kegiatan baru menguras energi, teman-teman baru bak komedian kelas atas,
buku-buku motivasi diri dan buku lainnya yang mampu menyita seluruh isi otakku
Semuanya, Alfa... semuanya sudah aku lakukan
Hingga di satu titik, aku sadar aku masih menangisi dirinya
Aku masih merindukannya...
Alfa, apa lagi yang harus aku lakukan untuk mengangkat rasa perih ini?
Apa lagi yang harus aku lakukan agar aku tak lagi sakit melihat mereka berdua?
Sungguh, Alfa, aku menginginkan yang terbaik untuk orang itu...
Jika dia bisa membahagiakannya, aku pasrah, Alfa...
Aku rela...
Tapi, kenapa hatiku perih?
Kenapa?
Alfa, kasihanilah aku dan angkat rasa perih ini...
Please....