Sebenarnya saya sudah lelah hidup melajang
Ingin dicintai dan mencintai tanpa batas
Dikelilingi makhluk-makhluk mungil yang lucu
Hidup bersama seseorang yang istimewa...
Sampai akhir hayat...
Lantas, para 'ahli' cinta pasti akan selalu bilang hal yang jelas,
"Then, go out. Jangan cuman duduk diam di tempat. Ya mana ketemu kalau cuman diam saja."
Saya juga tahu teori itu. Dan iya benar, saya beberapa kali sudah mendapatkan tambatan hati gara-gara itu.
Tapi, masalahnya....
Entah apa rencana Tuhan, sepertinya saya selalu salah memilih tambatan hati
Karena pada akhirnya, saya selalu kecewa.
Kemudian, saya mencoba komunitas baru, berharap mendapatkan orang yang saya inginkan
Tapi entah bagaimana ceritanya, yang selalu mendekati saya selalu orang-orang berhidung belang
Selingan indah dalam pernikahan, kata mereka
Ada juga pria-pria yang sudah bebas dari ikatan pernikahan mereka
Ada yang membawa hasil cinta mereka yang dahulu
Ada juga yang tidak.
Bukannya saya menghakimi mereka, tapi saya penganut kepercayaan bahwa hanya orang-orang egois saja yang memilih perceraian sebagai solusi.
Mereka memenangkan egonya sendiri, tidak mau mengalah satu sama lain. Tidak mau berkompromi.
But well, kalau melihat pada beberapa kasus lain, mungkin orang lain akan berkata, tahu apa saya soal pernikahan?
Mungkin memang benar. Makanya, saran saya adalah selalu minta campur tangan Tuhan agar orang yang kalian nikahi adalah orang yang tepat, orang yang bertanggungjawab.
Saya sendiri hanya ingin satu kali pernikahan seumur hidup.
Bagaimanapun suami saya kelak, jika Tuhan sudah menakdirkan seseorang menjadi suami saya, maka saya akan menerima suami saya apa adanya.
Apapun masalah yang nanti muncul dalam pernikahan saya, saya akan selalu mencari jalan keluar, mengalah kepada suami, berusaha mati-matian menjaga 'api' cinta pernikahan.
So yeah, saya ngga mau suami 'bekas' orang, apalagi yang masih menyandang status sebagai suami orang.
Entah apakah saya sudah terlalu banyak bertemu orang atau bagaimana, tapi saya sudah berada di satu titik dimana saya lelah untuk mencari pasangan hidup.
Saya takut kecewa lagi.
Saya takut patah hati lagi.
Entah apakah yang saya lakukan ini benar atau tidak, tapi saya hanya berdoa dan pasrah sepasrah-pasrahnya sama Tuhan.
Jangan deh saya lagi yang pusing soal pasangan hidup.
Biarin aja Tuhan sendiri yang pusing milih pasangan hidup saya.
Yang saya tahu saya tidak akan pasif jika kelak bertemu dengan seseorang yang memiliki potensi sebagai pasangan hidup saya.
Saya hanya lelah mencari. Lelah jatuh cinta. Lelah kecewa.
Dulu pernah ada kisah saya di masa lalu, 4 tahun lalu.
Pria yang dulu berlabuh di hati saya.
Pretty face with chubby cheeks.
Dia pria kalangan sosialis dengan jam terbang tinggi,
dan satu hal yang membuat saya terpikat mati-matian,
argumen-argumen cerdas dan pengetahuan seluas samudera yang membuat saya tak pernah bosan.
Hingga setitik nila merusak semuanya.
Entah dipicu oleh apa, sikapnya yang bersahabat tiba-tiba berubah bak seekor predator yang hendak menyergap mangsanya.
Saya dipojokkan, dipermalukan, dihina.
Saya yang untungnya bermental baja akibat dibesarkan di keluarga yang keras, menganggap semua omongannya candaan lalu saja.
Lewat beberapa waktu, dia kembali bersahabat, dan sejam kemudian malah bersumpah serapah kepada saya.
Sumpah serapahnya lumayan membuat telinga sakit dan sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai candaan.
Saya berusaha berbicara empat mata, tapi tidak dihiraukan hingga saya menunggu waktu yang tepat ketika moodnya membaik.
Dan dia pun mengaku....maaf, saya bipolar.
Saat itu saya benar-benar tidak tahu apa itu bipolar.
Dia pun menjelaskan seperti apa penyakit bipolar itu.
Kalau menurut Wikipedia, bipolar itu adalah jenis penyakit psikologi, ditandai dengan perubahan mood (alam perasaan) yang sangat ekstrim.
Penyebabnya macam-macam. Dari genetik, lingkungan, dan kondisi fisik.
Penyakit ini cukup mengerikan karena hampir semua penderitanya selalu berpikir untuk bunuh diri.
Lalu, depresi yang berkepanjangan, dan perubahan mood yang sangat ektrim dimana seringkali mereka berbuat hal-hal gila dan tidak masuk akal.
Dalam pengertian otak saya, bipolar itu = orang gila.
Gila dalam arti bahwa mereka adalah orang super freak yang dalam sepersekian detik mereka bisa melakukan hal-hal impulsif yang bahkan bisa membahayakan orang lain maupun dirinya sendiri hanya karena moodnya yang berubah-ubah.
Jujur, saya cukup tersiksa bersama dia, begitu juga dengan orang-orang di sekitar saya yang juga diperlakukan sama.
Dan, sekarang...saya pikir saya sudah bertemu dengan orang yang tepat.
Badan kurus kerempeng, dengan kacamata hitam kebesaran.
Beberapa hari pertama kita ketemu, dia bilang dia menyukai saya.
Keesokan harinya, sikapnya berubah dingin memusuhi saya.
Dan dua hari yang lalu, saat dia sedang mabuk berat, dia menelepon saya bahwa dia baru saja melakukan hal yang gila dan bahwa dia sangat sangat merindukan saya.
Saya kaget melihat dia dengan tangan penuh dengan sayatan pisau.
Saat dia sadar, saya pojokkan dia kenapa dia bisa melakukan hal itu?
Dia pun mengaku....saya bipolar...
Ah, sudahlah.
Saya tidak kuat jika harus melewati hal seperti ini lagi.
Sepertinya saya harus meninggalkan dia walau pertemuan kita sangat singkat.
Atau boleh saja kita berteman, tapi jangan lagi bicara soal cinta.
Saya takut disakiti lagi *sigh*
Belakangan ada banyak drama di sekeliling saya.
Drama besar, drama kecil, dan drama tak penting lainnya.
Saya sebut drama besar karena drama yang satu ini melibatkan dan mempengaruhi orang banyak di sekeliling saya.
Lumayan bikin darah naik, tapi saya masih bersikap tenang karena saya berada di pihak yang benar dan saya sendiri tidak takut kalau harus melakukan konfrontasi terbuka sekalipun.
Karena saya tidak salah.
Lalu, drama kecil.
Drama inilah yang bikin saya uring-uringan setengah mati.
Makan tak enak. Tidur harus sambil menangis-nangis dahulu.
Mungkin benar kata kamu.
Saya suka kamu dan ngga bisa kalau ngga ada kamu.
Tapi, saya tahu saya harus menjauh dari kamu dan itu keputusan yang sudah saya ambil sebelumnya.
Kita ngga akan bisa bersama.
You don't like me and I have accepted that.
And I actually don't have that kind of feeling.
Tapi, pertengkaran terakhir membuat saya merasa kalau yang saya rasa selama ini benar.
That I don't matter to you.
That you don't care at all about me.
That you used me.
Saya sudah korbankan banyak.
Waktu. Teman. Paling besar adalah waktu.
Satu tahun ngga ada artinya buat kamu?
Kalau tahu begini, saya ngga akan buang-buang waktu untuk bersama kamu.
Saya ngga akan mengorbankan banyak orang dan hal lainnya demi kamu.
And why do you think I would do that?
Because you matter for me!
Tapi, biarlah.
Pembalasan saya serahkan sepenuhnya ke tangan Tuhan.
Dan karma akan meremukkan kamu habis-habisan seperti saya sekarang.
This is final goodbye.
Ngga enak berantem sama kamu.
Sumpah.
Saya mencoba lari dengan banyak tidur hari ini.
Hasil: lempar-lemparin bantal dan nonjokin boneka
Ngga bisa tidur sama sekali.
Singkat kata, galau maksima.
Di mana kata-kata kemarin yang bilang sudah bunuh perasaan segala?
Tapi sungguhan kok saya udah ngga ada rasa seperti itu lagi ke kamu.
Kenapa ya saya jadi uring-uringan gaje gini gara-gara berantem sama kamu?
Berantemnya juga sebenarnya bodoh juga.
Sepenuhnya salah saya.
Cuman gara-gara saya dicuekin bentar. Alias dinomorduakan.
Atau dinomortigakan.
Hanya gara-gara saya sentimen karena merasa saya ini tidak penting buat kamu.
Padahal faktanya, saya ini emang bukan siapa-siapa.
Saya ini siapanya kamu, kok saya bisa-bisanya marah hanya karena itu?
Pacar bukan. TTM aja juga bukan. Status selingkuh aja ngga diakui sama sekali sama kamu.
Trus, kenapa saya marah ya?
Ah, sudahlah. Mungkin ini yang terbaik.
Mungkin inilah kesempatan yang bagus karena nyatanya saya memang dari kemarin ngga bisa ngga ngomong sama kamu sehari aja.
Mungkin ini plot yang udah diatur Tuhan biar saya bisa menjauh dari kamu sepenuhnya.
Dan kamu bisa mulai benci saya.
Dan kita tidak akan berteman lagi.
Dan saya bisa bertemu dan dekat dengan orang yang lain.
Orang yang sudah digariskan Sang Khalik Yang Baik untuk saya.
Pasangan hidup yang saya idam-idamkan.
Dan kamu bahagia.
Pacar kamu bahagia.
Saya bahagia.
Selesai.
Saya. sudah. tidak. tahan.
Mungkin sudah saatnya saya menghilang dari sisi kamu sekarang.
Perasaan kamu ke dia menyesakkan saya.
Hak-hak istimewa yang kamu berikan buat dia, membuat saya uring-uringan ngga jelas.
Mungkin benar saya ada rasa ke kamu, tapi saya juga tahu kita ngga mungkin bisa bersama.
Entah kamu ada rasa ke saya atau ngga, saya tahu hubungan kita mustahil.
Kamu bukan orang yang saya cari, dan sudah pasti seratus persen saya akan menyakiti kamu pada akhirnya.
Saya punya keluarga besar yang sangat saya sayangi.
Saya punya mimpi besar akan pernikahan yang indah dan anak-anak yang lucu.
Saya ingin bahagia bersama orang-orang yang berarti buat saya.
Saya sudah ambil keputusan tidak akan membuang semuanya buat kamu.
Sudahlah. Saya sudah berumur. Tidak ada waktu untuk bermain dengan hati.
Tidak ada tenaga untuk merubah pikiran kamu.
Sudah terlalu lelah untuk merasakan sakit.
Sungguh, saya tidak bermaksud untuk tidak memegang janji.
Untuk tetap di sisi kamu dan ngga akan meninggalkan kamu.
Tapi, ini yang terbaik.
Saya ingin pergi jauh dari kamu.
Jangan terlalu baik sama saya setelah ini.
Jangan kejar-kejar saya lagi seolah-olah saya satu-satunya orang yang ada di hati kamu.
Kamu sudah punya dia. Yang punya sifat karakter yang sama, mimpi yang sama dengan kamu.
Kalian berdua sama-sama ingin bahagia berdua tanpa mempedulikan orang-orang di sekitar kalian.
Tanpa peduli keluarga, adat, tradisi dan apapun itu.
Maaf, saya tidak bisa seperti itu.
Saya seorang anak yang tidak mau menyakiti orangtua.
Saya seorang wanita yang tahu bagaimana menghormati diri sendiri.
Saya seorang manusia yang tahu benar bagaimana membuat diri sendiri bahagia.
Saya seorang hamba yang mencintai Penciptanya.
Sudahlah, saya memang bukan buat kamu. Kamu bukan buat saya.
Saya juga tahu kamu sedang berusaha bunuh perasaan kamu.
Semua mimpi saya, semua harapan keluarga saya, pikiran saya, pandangan saya,
Kamu tahu bahwa kita ngga akan pernah bisa bersama.
We really cannot be together. Ever.
So, this is it.
I wish you well and live happily ever after. With her. With yourself. With your desperate lonely wishes and pathetic dreams.
But, before saying goodbye to you, I really want to tell you my true feeling...
...that yes, I fell for you.
...and yes, I have managed to kill that feeling.
"Do you love me?"
Saya bingung pas kamu tanya begitu. Kamu tahu betul bagaimana saya.
Kamu tahu ada yang salah sama saya.
Saya yang belakangan ini selalu marah-marah ngga jelas ke kamu.
Dan semuanya berhubungan dengan orang-orang yang dekat denganmu, wanita-wanita yang lain.
Saya yang ngga bisa jawab 'iya' ke pertanyaan kamu, juga ngga bisa bilang 'engga'.
Ngga bisa jawab 'iya' karena kamu udah punya komitmen sama seseorang, dengan temanku yang tiba-tiba menghilang ngga jelas.
Ngga bisa jawab 'iya' karena saya masih ada rasa dengan yang dahulu, saya takut kamu menjadi pelarian saya, dan juga takut disakiti lagi.
Ngga bisa jawab 'engga' karena entah kenapa perasaan saya bilang bahwa kamu ingin saya jawab iya ke kamu. Saya takut menyakiti kamu dan harapan kamu.
Saya tahu jawaban 'iya' akan membuat semuanya menjadi rumit.
Kamu yang bukan tipe pria yang saya harapkan, memiliki perspektif berbeda tentang perkawinan dan anak-anak.
Kamu, teman baik saya, satu-satunya orang yang bisa saya ajak bicara mengenai segala sesuatu, sangat membenci anak-anak dan meragukan komitmen pernikahan.
Jika bersama kamu, saya harus mengorbankan mimpi masa depan saya.
Jika bersama kamu, saya akan menghadapi konflik besar dengan keluarga, teman, dan mungkin akan menghancurkan diri saya sendiri.
Saya yang tidak bisa hidup dalam masa depan seperti itu, mau ngga mau, membunuh perasaan saya dan bilang 'engga' ke kamu.
Dan setiap harinya sejak memberikan jawaban 'engga' itu, saya hidup akan konsekuensinya.
Bahwa kamu tidak akan pernah menjadi milik saya, tidak boleh bermimpi tentang kamu, dan harus menarik garis jarak yang tegas antara kamu dan saya.
Tetapi kamu, teman baik saya, yang benar-benar tahu dan mengerti saya, sangat sadar akan perasaan saya dan mencoba mengaburkan garis tegas tersebut.
Dan mungkin juga kamu menguji ketahanan dan batas yang bisa saya tempuh untuk terus berbohong ke kamu dan diri saya.
Kamu terus-menerus melakukan hal-hal yang tidak pernah kamu lakukan ke saya, hal-hal yang membuat saya terpesona.
Untungnya tidak dalam dosis tinggi yang mampu membuat saya tidak tahan lagi berbohong.
Tapi, tetap saja...walau demikian, saya merasa bahwa saya harus jujur sepenuhnya ke kamu.... bahwa saya ngga bisa jawab 'iya' dan juga ngga bisa jawab 'engga'.
Bahwa iya, saya ada rasa ke kamu.
Bahwa engga, saya ngga bisa menyakiti kekasih kamu yang siapa tahu akan muncul tiba-tiba.
Dan juga mustahil, karena kamu akan membunuh impian masa depan saya.
Dan juga sangat mungkin, jika memang kamu jodoh yang digariskan Tuhan untuk saya dan entah bagaimana, kamu merubah perspektifmu demi saya dan kamu mau mewujudkan mimpi saya.
Haish, hidup memang rumit, kawan.
Tapi saya tahu, my God is not rumit God.
Kalau kamu jodoh saya, segala sesuatunya akan menjadi sempurna. Amin.
"Ez, I miss him."
"You're so stupid."
Percakapan di atas bisa terjadi berkali-kali dalam sehari.
Di kala pikiran penat atau juga ketika ada sesuatu yang mengingatkan saya padanya.
Suaranya. Tawanya. Celoteh bodohnya saat mendengar tukang bakso lewat.
Saya biasanya akan menarik nafas dalam-dalam dan melirih,
"Ez, I do miss him so much."
"You know what, it doesn't make any sense at all. You know it's not gonna work, but you still miss him? You're stupid."
"I know. Maybe I am stupid. Maybe I am weird. I don't know but I miss him so much."
Sudah berapa lama waktu berlalu?
Saya kenalan dengannya 8 bulan yang lalu.
Berpacaran dengannya 2 bulan kemudian.
Masa pacaran kami hanya berlangsung 2 bulan.
Saya dicampakkannya 4 bulan yang lalu.
Sebulan yang lalu, saya dihapus dari hidupnya.
Dan teman yang saya panggil Ez itu tidak percaya kalau saya masih ada rasa padanya.
Penelitian ilmiah mengatakan bahwa perasaan suka pada seseorang karena emosi sesaat biasanya hanya akan berlangsung selama 5 bulan saja.
Dan saya....bahkan belum berakhir di bulan ke-8.
Dimulai sejak satu minggu setelah saya bertemu dengannya untuk pertama kalinya.
Saya tahu itu salah, but that's the truth and I can't help it.
Saya mencoba untuk menolak kenyataan, menghindari dia, menjelek-jelekkan dia, tapi yang namanya perasaan memang tidak bisa dibohongi.
Hati saya melayang hingga langit ketujuh ketika dia menyatakan perasaannya.
Sudahlah, jangan diingat lagi kenangan indah yang dahulu.
Pada akhirnya dia mencampakkan saya dengan alasan yang tidak saya ketahui sampai hari ini.
Yang saya tahu adalah....
Saya sudah diinjak, dihina, difitnah, dimanfaatkan, dijadikan trophi, dimanipulasi, disakiti, dicuekin, diselingkuhi, dibohongi berkali-kali....dan saya masih merindukannya.
Ya, mungkin saya bodoh...
Atau mungkin juga ada rencana Tuhan di balik ini semua.
Hikmah pembelajaran mungkin? Atau rencana terindah di akhir kisah saya?
Yang saya tahu Tuhan itu baik. Titik. Itu saja.
Uh...iya gw udah ngilang lama banget. Gw juga heran kenapa. Dan sekarang balik lagi karena seperti biasa. Galau dan butuh pelampiasan. Banyak banget sebenarnya peristiwa yang terjadi sejak gw nulis blog terakhir kalinya. Rasanya gw ngga mood nulis semuanya. Sekarang gw cuman mood nulis kegalauan gw.
Baru beberapa bulan gw dekat dan akhirnya menjalin hubungan sama seseorang. Gw senang banget karena kita banyak banget kesamaan dan entah gimana we feel so connected satu sama lain. Gw ngerasa cocok banget sama dia. Tapi yah sekali lagi, gw ngelakuin kesalahan fatal. Gw udah keburu nepsong karena udah telanjur sayang sama cowok ini sampe-sampe gw ngga nanyain dulu sama Yang Di Atas ketika gw memulai hubungan sama cowok ini.
Walau bisa dibilang kita ini punya banyak kesamaan, tapi ada banyak hal yang cepat atau lambat pasti akan jadi batu sandungan buat kita berdua. Pertama, jarak umur yang terlampau jauh. Memang sih ada yang bilang bahwa tingkat kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dari umur, tapi memang ngga bisa dibohongi sih kalo umur itu menentukan ke'matang'an seseorang such as gw udah siap untuk maju ke level berikutnya, sedangkan dia walaupun dia bilang dia mau maju ke level berikutnya demi gw, tapi dia juga pasti ngerasa takut karena secara finansial dan mental dia belum siap. Gw juga ngga gitu ngerti sih, tapi sepertinya ada banyak ketakutan-ketakutan dia yang lain yang ngga dia ungkapin ke gw.
Dan gw tentu ngerti sepenuhnya. Gw juga kalo berada di posisi dia, gw malah ngga mau ambil risiko sama sekali. Tapi, dia memaksakan dirinya karena mungkin dia udah terlanjur sayang banget sama gw dan buntutnya dia jadi galau sendiri memikirkan masa depan kami, dan kegalauan dia mengganggu hubungan kami sampe-sampe gw jadi overthinking dan menciptakan skenario-skenario aneh di kepala gw bahwa dia menyembunyikan sesuatu di belakang gw. Akhirnya bisa ditebak, kami jadi sering berdebat dan segala sesuatunya jadi berat untuk kami berdua. Dia kemudian dengan berat hati memutuskan hubungan kami.
I gotta admit dari sekian patah hati yang pernah gw alami, ini yang paling berat buat gw dibanding sebelumnya. Ngga pernah gw nangis sebanyak ini seumur hidup gw. Bahkan ketika gw bayangin dia aja, tanpa sadar air mata netes gitu aja. Tapi, mungkin inilah jalan Tuhan. Banyak yang bisa gw ambil dari hubungan ini.
Mungkin ini teguran Tuhan untuk nyuruh gw tanya dulu sebelum menjalin hubungan dengan seseorang. Jujur aja, gw jadi makin dekat sama Tuhan sejak hubungan kami berakhir. Gw tau semua orang pasti bilang I will get over this seperti sebelumnya. Tapi kalian semua harus tahu, kali ini semuanya jauh jauuuh jauh lebih berat buat gw. Soalnya, dia memang orang yang sangat spesial. I never felt so connected with someone like this before. It's as if like he's made for me. Tapi, mungkin juga gw salah karena ternyata hubungan kami kandas juga.
Sekarang gw cuman bisa menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan. Gw memang minta sama dia untuk tetap menjadi teman seperti sebelum kami pacaran, tapi sebenarnya sulit banget jadi teman dia. Ngga jarang gw malah jadi sakit hati dan menangis setelah ngobrol sama dia.
Tapi ya sudahlah. Seperti yang gw bilang, semuanya gw serahin aja sama Tuhan. Kalo Tuhan berkehendak agar kami bisa bersatu lagi, kami pasti bisa bersatu. Tapi kalo memang bukan, Tuhan sudah sediakan yang lebih baik. Dan dalam proses peralihan ini, gw hanya bisa minta untuk dikuatkan dan diberi ketenangan serta damai sejahtera agar gw bisa tidur nyenyak dan hidup senang setiap hari seperti sebelumnya. Amin.